Obat Ampuh Dari Kh. Hasyim Asy'ari Untuk Jenderal Soedirman

Jendral Soedirman (tengah)
Hari itu, KH. Hasyim Asy’ari kedatangan tamu agung, Panglima Besar Jenderal Soedirman. Sang Jenderal yang sedang sakit tetap bersikukuh untuk sowan kepada Mbah Hasyim demi mendapat taujih/arahan dan doa dalam berjuang membela negara.

Memasuki pelataran rumah, Yusuf Hasyim muda (putra KH. Hasyim Asy’ari) menyambut dengan hangat sang jenderal tersebut.
“Pak Dirman, saya mau ikut berperang bersama Anda,” ucap Yusuf Hasyim.
“Pemuda yang jago dan pemberani!” jawab Pak Dirman, tanpa mengiyakan ataupun menolak cita-cita Yusuf Hasyim.
Barulah sesudah bertemu Mbah Hasyim, Jenderal Soedirman memberikan cita-cita Yusuf Hasyim tersebut kepada sang Ayahanda.
Mbah Hasyim tersenyum, kemudian berkata, “Bukan hanya Yusuf, seluruh santriku dan bahkan saya sendiri pun siap bergabung bersama.”
Mendengar kata-kata Mbah Hasyim, Pak Dirman sontak merasa mendapat suntikan obat dan dorongan semangat. Seketika Pak Dirman bangun dan berdiri tegap. Lenyaplah sakitnya.
Terlepas dari iktikad banyak orang bahwa itu ialah salah satu karomah Mbah Hasyim, benar-benar terbukti bahwa kalimah thayyibah (ucapan yang baik) sanggup menjadi kekuatan motivasi bagi siapa pun yang mendengarnya. Menyejukkan, menenteramkan, menenangkan, menegarkan, membangkitkan semangat, menggelorakan darah juang, dan menjadi obat bagi siapa saja yang membutuhkan.

Rasulullah Saw bersabda:

« لاَ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ ، وَيُعْجِبُنِى الْفَأْلُ » . قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ « كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ

“Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah) dan tidak dibenarkan beranggapan sial. Sedangkan al-fa’lu membuatku takjub.” Para sahabat bertanya, “Apa itu al-fa’lu (optimistis)?” Beliau menjawab, “Yaitu kalimat yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Ingat, bahwa prajurit Indonesia bukan prajurit sewaan, bukan prajurit yang menjual tenaganya alasannya hendak merebut sesuap nasi dan bukan pula prajurit yang gampang dibelokkan haluannya alasannya tipu dan nafsu kebendaan, tetapi prajurit Indonesia ialah beliau yang masuk ke dalam tentara alasannya keinsyafan jiwanya, atas panggilan ibu pertiwi. Dengan setia membaktikan raga dan jiwanya bagi keluhuran bangsa dan negara.” (Panglima Besar Jenderal Soedirman)
Sumber Cerita: Samsul Munir Amin,Karomah Para Kiai, hlm. 106